Beberapa tahun belakangan ini, setiap kali gue pulang ke Lombok, ada satu hal yang selalu muncul di kepala…
Gue udah ke Gili. Udah ngopi di Senggigi. Udah ngadem di Sembalun. Tapi entah kenapa, hati gue tuh kayak masih nyari tempat yang… bukan sekadar cantik. Tapi sepi. Tenang. Yang kalau gue duduk lama di pasirnya, dunia serasa stop sebentar.
Dan akhirnya, gue nemu.
Namanya Pantai Kaliantan.
Letaknya agak jauh dari pusat kota, di daerah Jerowaru, Lombok Timur. Tapi justru itu yang bikin pantai ini spesial. Karena makin jauh lo pergi dari keramaian, makin deket lo ke diri lo sendiri. Setidaknya itu yang gue rasain.
Gue inget hari itu, pas gue nyetir mobil yang gue Sewa di Sewa Mobil Lombok Permata, sendirian. Jalanan lengang. Sesekali ketemu petani naik motor sambil bawa karung berisi rumput laut. Hawa panas khas pesisir. Tapi hati gue adem.
Pas sampe, gue langsung diem.
Lurus ke depan — pasir putih membentang. Di kanan kiri, bukit-bukit kering berdiri anggun. Ombaknya kecil. Dan yang paling magis? Gak ada satu pun manusia lain di situ. Serius. Gue doang.
Gue duduk di bawah pohon ketapang, buka sandal, kaki kena pasir. Wangi laut nyampur sama aroma rumput kering. Hening. Tapi bukan hening yang bikin sepi… Ini hening yang bikin lo ngerasa penuh.
Dan waktu itu gue mikir…
“Kayaknya ini bukan cuma pantai. Ini tempat penyembuhan yang nyamar jadi destinasi wisata.”
Waktu kecil, gue kira healing tuh harus ke Bali. Harus spa, harus yoga, harus ada background musik gamelan. Tapi ternyata, healing bisa sesederhana jalan ke ujung Lombok dan duduk diam di Kaliantan.
Gue gak ngerti kenapa pantai ini gak sepopuler pantai-pantai lain di Lombok.
Mungkin karena aksesnya yang belum semulus destinasi lain.
Atau karena wisatawan sekarang lebih cari spot Instagramable.
Padahal Kaliantan tuh punya daya tarik yang beda: ketenangan.
Dan percaya gak percaya, tempat kayak gini tuh makin langka.
Kita sekarang hidup di era di mana semua orang pengen cepet, pengen viral, pengen rame.
Padahal… justru di tempat kayak Kaliantan, kita bisa berhenti.
Bukan berhenti secara fisik doang. Tapi mental juga ikutan tarik napas panjang.

Ada satu momen yang paling gue inget.
Gue jalan ke bibir pantai, dan ngeliat dua nelayan lagi dorong perahu. Gak ada suara motor, gak ada suara klakson. Yang ada cuma suara angin dan deburan ombak kecil.
Gue nanya pelan,
“Pak, kok sepi banget di sini ya?”
Dia jawab sambil senyum,
“Di sini bukan pantai untuk ramai-ramai, Mas. Di sini pantai untuk yang mau diam.”
Dan itu ngena banget.
Kadang kita butuh tempat bukan untuk bersenang-senang, tapi untuk ngerasain hening.
Bukan untuk nyari ramai, tapi untuk denger suara hati sendiri.
Gue balik ke mobil, dan untuk pertama kalinya dalam sekian lama, gue gak buru-buru. Gue gak buka HP. Gak update story. Gak ambil video. Gue cuma duduk. Dengarin lagu lama. Dan ngeliat langit.
Dan dari situ gue sadar…
Perjalanan ke Pantai Kaliantan bukan cuma perjalanan wisata. Tapi perjalanan untuk kembali ke dalam diri sendiri.
Kalau lo baca ini dan ngerasa hidup lo lagi bising,
Lagi capek sama tuntutan,
Lagi males ketemu banyak orang,
Gue saranin satu hal:
Naik mobil, dan pergi ke Kaliantan.
Gak usah mikir terlalu banyak.
Bawa diri lo aja.
Dan biar pantai ini yang nyambut lo.
Karena kadang… lo gak butuh motivator, gak butuh nasihat, gak butuh seminar.
Lo cuma butuh duduk di pasir, liat ombak, dan ngerasain bahwa lo masih ada.
Dan kalau lo butuh mobil yang bisa nganter lo ke tempat kayak gitu?
Ya tinggal sewa aja di Lombok Permata.
Gak usah repot.
Gak usah mahal-mahal.
Yang penting sampe… dan lo bisa nemuin keheningan yang selama ini hilang.
Karena Lombok itu gak cuma Gili.
Dan liburan itu gak selalu tentang ramai-ramai.
Kadang, yang paling kita butuhkan adalah…
Pantai sunyi, jalanan kosong, dan waktu buat kembali ke diri kita sendiri.
Dan percaya deh…
Kaliantan itu bukan tempat yang lo kunjungi sekali,
Tapi tempat yang akan terus lo inget…
Setiap kali dunia mulai terasa terlalu ribut.