Wisata Alam Air Terjun Pansor di Jalur Alternatif Sembalun

Beberapa bulan terakhir ini, gue ngerasa makin sering narik napas dalam, pelan, terus diem. Bukan karena sedih, bukan juga lagi banyak pikiran. Tapi lebih ke… tenang aja. Sunyi.

Sampai akhirnya, satu akhir pekan, gue mutusin buat jalan. Bukan jalan ke mal atau nongkrong di coffee shop yang playlist-nya gak jauh-jauh dari “Love Me Like You Do”, tapi beneran jalan—ke alam. Ke tempat yang katanya belum banyak dijamah wisatawan. Namanya Air Terjun Pansor.

Lo mungkin belum pernah denger. Gue juga awalnya gitu. Tapi karena temen gue kerja di jasa sewa mobil Lombok Bandara, dia nawarin,
“Lo harus cobain jalur alternatif ke Sembalun lewat sini. Ada air terjun, gak rame, dan jalannya… ya bisa dibilang menenangkan tapi menantang.”

Dan gue yang udah mulai bosan sama pantai (sorry Kuta, Senggigi, dan Gili-gili), akhirnya nurut.

Perjalanan yang Gak Sekadar Jalan-Jalan
Gue dijemput pake mobil sewaan dari Lombok Permata. Sopirnya namanya Bang Haris. Orangnya supel, suka ngobrol, dan udah kayak GPS hidup. Jalur-jalur kecil pun dia hapal luar kepala.

Kita start dari Mataram, lalu masuk ke jalur alternatif yang biasa dipake penduduk lokal ke arah Sembalun. Bukan jalur utama yang lewat jalur wisata biasa, tapi rute yang lebih sepi dan lebih… hijau.

Sepanjang jalan, gue disuguhi pemandangan sawah, bukit, dan kadang-kadang… sekumpulan sapi yang santai banget nyebrang tanpa merasa bersalah. Udara sejuk, sinyal hilang-timbul, dan yang paling penting: gak ada klakson bersahutan.

Air Terjun Pansor: Bukan Cuma Soal Air Jatuh dari Tebing
Sampai di lokasi, mobil gak bisa masuk sampai ke titik air terjunnya. Harus trekking dikit, sekitar 15-20 menit. Tapi jangan khawatir, trek-nya gak kayak daki Gunung Rinjani. Ini lebih kayak jalan santai yang ngajarin lo buat pelan-pelan.

Gue jalan, sambil ngelamun dikit. Ada suara jangkrik, dedaunan yang kayak bisik-bisik, dan aliran sungai kecil yang ngikutin langkah gue.

Begitu nyampe di Air Terjun Pansor… gue diam.

Serius.

Ini bukan air terjun spektakuler dengan tinggi puluhan meter yang bikin lo pengen selfie di pinggir tebing. Tapi air terjun ini… damai. Alirannya jatuh tenang, suara gemericiknya kayak musik instrumental yang sengaja diputer buat nenenin bayi.

Gue duduk di batu, buka sepatu, celupin kaki.

Dingin. Tapi bukan dingin yang ganggu. Dingin yang bikin lo ngerasa:
“Eh, mungkin hidup gak seburuk itu.”

Tempat Sunyi yang Nyembuhin Tanpa Bicara
Air Terjun Pansor bukan tempat ramai. Gak ada pedagang, gak ada tiket masuk resmi. Tempat ini masih dijaga sama penduduk lokal, dan mereka juga yang jaga supaya gak rusak.

Gue ngobrol sebentar sama Pak Jari, warga sekitar yang kebetulan lewat. Katanya, dulu tempat ini cuma dipake buat mandi sama warga desa. Tapi belakangan, mulai banyak yang datang buat ‘healing’.

Dan gue ngerti kenapa.

Di sini, lo gak dituntut buat senyum, gak harus update story, gak perlu pencitraan. Lo bisa jadi diri sendiri. Lo bisa nangis tanpa malu, ketawa tanpa sebab, atau cuma duduk diem, bengong ngeliatin air.

Sembalun yang Lain dari Biasanya
Setelah puas di Pansor, kita lanjutin perjalanan ke Sembalun. Tapi vibe-nya beda. Mungkin karena Pansor udah bikin kepala gue ‘di-reset’, gue ngeliat semuanya jadi lebih hidup. Sawah yang biasanya cuma ijo-ijo doang, sekarang kayak permadani yang digelar Tuhan. Gunung Rinjani dari kejauhan kayak lukisan tiga dimensi.

Dan ya, thanks to Lombok Permata yang nganterin gue lewat jalur ini. Kalau gue lewat jalur biasa, mungkin pengalaman ini gak akan ada.

Mobilnya bersih, sopirnya ramah, rutenya fleksibel. Lo bisa request mau berhenti di mana, foto-foto, jajan, atau sekadar ngopi di warung kecil sambil dengerin ibu-ibu gosip.

Yang Gak Gue Duga dari Perjalanan Ini
Pas pulang, gue diem sepanjang jalan. Bukan karena capek, tapi karena kayak… gue baru pulang dari “terapi diam”. Gak ada dialog rumit, gak ada curhatan panjang, tapi hati gue enteng.

Gue baru sadar, kadang buat sembuh, lo gak butuh motivator. Lo cuma butuh tempat yang gak nuntut lo jadi siapa-siapa. Dan kadang, tempat itu tersembunyi di jalur alternatif.

Jadi, Lo Kapan ke Pansor?
Kalau lo lagi di Lombok, atau rencana liburan ke sini, cobain deh rute ini. Jangan cuma ke pantai. Coba rasain heningnya alam, yang mungkin udah lama banget gak lo dapetin.

Dan kalau bingung mau mulai dari mana, kontak aja Lombok Permata. Mereka bukan cuma jasa rental mobil di Lombok, tapi juga bisa jadi pemandu buat nemuin spot-spot yang belum viral, tapi justru bisa nyembuhin.

Karena kadang, yang lo butuhin bukan tempat populer, tapi tempat yang bisa bikin lo… berhenti sejenak, dan dengerin suara hati lo sendiri.

Dan siapa tahu, kayak gue, lo juga pulang dari Air Terjun Pansor sambil bilang:
“Gue gak butuh dramatis. Gue cuma butuh tenang.”

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *