Beberapa tahun lalu, gue sempat berpikir, “Suatu hari nanti gue harus ke Rinjani.” Tapi yang gue bayangin waktu itu ya rute mainstream: Senaru atau Sembalun. Gak pernah nyangka kalau justru jalur Timbanuh-lah yang bakal bikin gue jatuh cinta. Dan anehnya, yang bikin gue kepincut itu bukan cuma pemandangan atau treknya—tapi justru proses menuju ke sananya.
Serius.
Rute menuju Timbanuh tuh… semacam metafora hidup, sih.
Lo bakal paham maksud gue sebentar lagi.
Awalnya, gue landing di Bandara Lombok pas matahari baru naik. Suasana masih adem. Gue udah booking mobil dari Lombok Permata, jadi gak perlu repot cari-cari transport. Sopirnya datang tepat waktu, mobilnya bersih, wangi, dan yang paling penting: suspensinya empuk. Bukan endorse, ya, tapi buat lo yang niat jalan jauh dari Mataram atau bandara ke Timbanuh, trust me—nyaman itu segalanya.
Jarak dari bandara ke Desa Timbanuh, Lotim, kurang lebih 70-an kilometer. Kalau ditempuh santai, sekitar 2–2,5 jam. Tapi bukan lamanya yang gue inget… justru sunyinya.
Lo tau gak sih rasanya duduk di dalam mobil, melewati jalanan sepi yang dikelilingi sawah, pepohonan, dan kabut tipis-tipis di kejauhan?
Gak ada suara klakson.
Gak ada lampu merah.
Cuma ada jalan yang membentang lurus dengan ritme yang tenang.
Di tengah perjalanan, sopir gue yang ternyata juga pendaki, mulai cerita.
Katanya, Timbanuh itu jalur yang underrated. Jalannya memang lebih menanjak dan liar, tapi di situlah letak magisnya. Pendaki yang lewat sini biasanya bukan yang cuma ngejar “puncak”. Tapi mereka yang pengin ketemu diri sendiri di perjalanan.
Gue diem aja. Tersenyum.
Dalam hati, gue mikir, “Ah… pantesan jalurnya sepi. Ini tempat buat mereka yang udah capek ribut sama dunia.”
Mobil kami berhenti sebentar di pasar kecil buat beli logistik. Lalu lanjut naik menuju Desa Timbanuh. Jalanan mulai sempit dan berkelok. Tapi yang bikin beda: hawanya. Dingin tapi gak galak. Sejuk tapi gak menggigil. Beneran kayak pelukan ibu-ibu yang sabar.
Di satu titik, gue minta sopir matiin musik.
Gue cuma pengen dengerin suara alam—angin, serangga, daun-daun kering yang kegesek ban mobil. Rasanya kayak dunia pelan-pelan ngeredam volume-nya. Yang tadinya ramai, jadi hening. Yang tadinya ribut, jadi sunyi.
Dan justru di situlah gue sadar…
Pendakian ke Rinjani via Timbanuh itu bukan cuma tentang fisik. Tapi tentang transisi.

Transisi dari dunia yang bising ke dunia yang hening.
Dari reaksi berlebihan ke penerimaan tenang.
Dari hidup yang serba buru-buru ke ritme yang… pelan tapi pasti.
Sama kayak proses healing, gak sih?
Di pos awal pendakian, setelah mobil berhenti dan kami turun, gue berdiri sejenak sambil menarik napas panjang. Ada papan kecil bertuliskan “Selamat Datang di Jalur Timbanuh”. Di belakangnya, hutan lebat berdiri tenang. Enggak mengintimidasi, justru kayak ngajak ngobrol dengan pelan.
Gue duduk sebentar di kursi kayu yang agak rapuh. Ngelihat awan pelan-pelan jalan, dan di situ… gue sadar satu hal:
Kadang, untuk sampai ke tempat yang tepat, kita gak butuh kecepatan. Kita cuma butuh arah yang benar dan kendaraan yang nyaman.
Dan itu sebabnya gue bersyukur banget udah pake jasa Lombok Permata. Karena bukan cuma soal mobil dan sopir, tapi juga tentang rasa aman, tenang, dan siap menghadapi alam.
Gue inget banget, waktu mendaki hari itu, langkah gue ringan. Bukan karena jalurnya enteng (jujur, tanjakannya lumayan juga sih!), tapi karena kepala gue udah kosongin banyak beban sebelum naik. Di perjalanan dari Mataram ke Timbanuh itu, seakan gue dikasih waktu buat ngobrol sama diri sendiri.
Mungkin itu juga kenapa jalur ini gak seramai jalur lain.
Karena Timbanuh tuh bukan tempat buat orang yang pengen buru-buru.
Ini tempat buat mereka yang siap melambat dan merasakan.
Sekarang, setiap ada temen nanya, “Bro, mau naik Rinjani, mending lewat mana?”
Gue selalu jawab, “Kalau lo pengen naik gunung, banyak pilihan. Tapi kalau lo pengen pulang dengan kepala yang lebih tenang, coba lewat Timbanuh.”
Dan jangan lupa rental mobil lombok dari tempat yang bener.
Karena percaya deh, perjalanan lo menuju titik awal itu penting.
Sama pentingnya kayak perjalanan menuju puncak.
Kalau lo mau mendaki Rinjani via Timbanuh, pastikan perjalanan lo dari bandara atau Mataram udah aman dan nyaman. Gunakan jasa Lombok Permata, bukan cuma karena armada mereka lengkap dan sopirnya profesional, tapi karena perjalanan ini bukan sekadar “antar jemput”. Ini adalah momen hening sebelum badai tanjakan dimulai.
Dan siapa tahu… di tengah perjalanan, lo gak cuma ketemu jalur,
tapi juga ketemu diri lo yang udah lama hilang.