Menyusuri Kompleks Taman Loang Balok di Mataram

Beberapa waktu lalu, ada satu momen random yang entah kenapa masih terus terngiang di kepala gue.

Hari itu panasnya bukan main. Sinar matahari nembus kaca mobil kayak penghangat oven. Tapi entah kenapa, hati gue justru lagi adem.
Bukan karena AC mobil, ya (meski mobil yang gue sewa di Lombok Permata emang ademnya juara), tapi karena suasana hati gue emang lagi… flat. Dalam arti yang positif.

Gue lagi gak pengin rame-rame, gak pengin drama.
Cuma pengin jalan santai, sendiri, tanpa ekspektasi.
Dan entah kenapa, kaki gue (yang disetirin supir sih sebenernya) berlabuh ke sebuah taman di tengah kota Mataram: Taman Loang Balok.

Awalnya, gue kira ini cuma taman kota biasa.
Ada kursi-kursi, jogging track, beberapa spot buat foto, dan pohon-pohon tinggi yang rindang.

Tapi begitu turun dari mobil, ada hawa lain yang langsung gue rasain.
Tenang.
Diam.
Sejuk… tapi bukan karena angin.

Lebih kayak sejuk batin.

Gue duduk di salah satu bangku semen di bawah pohon besar.
Di depan gue, laut menghampar. Di belakang gue, makam kuno berbalut sejarah.
Dan di tengah-tengah itulah gue ngerasa: ini bukan sekadar taman.

Konon, Loang Balok adalah makam dari tokoh penyebar Islam di wilayah ini.
Gue gak akan bahas sejarah lengkapnya, karena jujur… waktu itu gue gak riset apa-apa.
Gue cuma duduk dan ngerasain.

Di bawah pohon rindang itu, gue lihat beberapa orang duduk diam, ada yang baca Al-Qur’an, ada juga yang sekadar memejam mata.
Semua seperti tenggelam dalam keheningan masing-masing.
Dan tanpa sadar… gue pun ikut hanyut.

Gak ada agenda.
Gak ada notifikasi.
Gak ada deadline.

Cuma gue dan alam.

Sesekali, suara anak kecil terdengar tertawa dari kejauhan.
Beberapa keluarga piknik kecil di rerumputan.
Seseorang berdoa di makam.

Dan entah kenapa, semuanya terasa menyatu, tanpa benturan.
Gue baru sadar, taman ini bukan tempat buat heboh-hebohan.
Ini tempat buat… nyepi versi kota.
Versi ringan dari retreat batin, tapi tetap ngena.

Gue pernah ikut terapi-terapi healing, detoks di tempat mahal, bahkan retreat ke luar negeri.
Tapi waktu di Loang Balok itu, semua kenangan rumit terasa cair.
Tanpa alat.
Tanpa coach.
Tanpa musik frekuensi.

Cuma diri lo sendiri yang duduk dan diem, akhirnya pelan-pelan sadar:
“Nah, ini lo. Ini batin lo yang selama ini ketutupan bising.”

Setelah duduk hampir satu jam, gue jalan pelan ke pinggir laut.
Anginnya mulai kencang, aroma laut tajam tapi menenangkan.
Gue buka sandal, jalan di pasir.
Pasirnya gak putih-putih banget, tapi cukup lembut di kaki.
Gue lihat horizon. Laut terbuka.
Dan di situ, ada rasa lega.

Kadang kita cuma butuh lihat yang luas, biar sadar betapa selama ini pikiran kita sempit.

Pas balik ke mobil, supir dari Lombok Permata yang nemenin gue nanya,
“Udah keliling, Pak?”

Gue jawab, “Udah… tapi lebih tepatnya, saya baru selesai kelilingin diri sendiri.”

Dia senyum.
Entah dia paham maksud gue atau enggak, tapi rasanya gak penting.

Yang penting, hati gue tenang.

Taman Loang Balok bukan tempat wisata hits.
Lo gak bakal nemu spot selfie dengan neon warna-warni.
Gak ada jajan kekinian yang bisa dipamerin di IG Story.

Tapi di tempat yang ‘biasa’ inilah gue ngerasa justru ketemu yang luar biasa.

Dan menurut gue, itu esensi jalan-jalan yang selama ini sering kita lupakan.
Bukan soal checklist tempat wisata.
Bukan soal berapa spot yang bisa kita foto.
Tapi lebih ke: apa yang tersisa setelah lo pulang?

Gue pulang dari Loang Balok tanpa oleh-oleh fisik.
Tapi gue bawa pulang sekarung keheningan yang entah sejak kapan hilang.

Kalau lo mau ke sini, saran gue simple:
gunakan layanan sewa mobil Lombok terbaik dari lombokk permata aja biar fleksibel.
Gue pribadi waktu itu pakai Lombok Permata dan puas banget.
Mobilnya bersih, AC dingin, sopirnya ngerti lokasi lokal, dan yang paling penting…
Mereka ngerti kalau kadang, kita gak butuh ngobrol banyak.
Cukup tahu arah, lalu biarkan kita menyusuri perjalanan batin kita sendiri.

Taman Loang Balok bukan buat semua orang.
Tapi kalau lo lagi ada di titik hidup yang butuh diam,
Butuh duduk,
Butuh ngereset,
Mungkin ini tempat yang pas.

Dan buat gue, ini bukan sekadar taman.

Ini adalah halaman kosong tempat gue nulis ulang isi kepala gue sendiri.

Akhir kata…
Jalan-jalan gak selalu harus meriah.
Kadang yang paling healing justru yang paling sunyi.
Dan kalau lo siap buat menyusuri bukan cuma kota, tapi juga diri sendiri,
Loang Balok akan menyambut lo…
Dengan keheningan yang menenangkan.

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *