Kolam Terasering di Desa Narmada: Harmoni Alam, Budaya, dan Ketenteraman Jiwa

Beberapa waktu lalu, gue jalan ke Lombok lagi.
Bukan buat liburan yang heboh, bukan juga buat healing ala konten TikTok.
Cuma pengen… recharge, gitu aja.

Dan entah kenapa, kaki gue nyasar ke Desa Narmada.
Awalnya cuma mau mampir sebentar, tapi begitu lihat pemandangan kolam terasering di sana, gue kayak kena sihir lembut.
Ada yang beda. Tenang, adem, tapi bukan sekadar tenang karena sepi.
Lebih kayak… tenang yang punya makna.

Kolam terasering di Desa Narmada ini bukan cuma tempat wisata.
Dia kayak buku terbuka yang nyeritain bagaimana manusia dan alam bisa hidup berdampingan tanpa saling mendominasi.
Airnya mengalir dari sumber mata air di atas bukit, menuruni undakan-undakan batu yang disusun rapi sejak zaman kerajaan.
Setiap lapisan kolamnya punya suhu air berbeda—ada yang dingin segar, ada yang hangat menenangkan.

Katanya, zaman dulu Raja Anak Agung Karangasem sering datang ke sini buat semedi.
Makanya, suasana spiritualnya masih kerasa sampai sekarang.
Bukan mistis, tapi lebih kayak… lo diajak buat diam, dengerin diri sendiri, dan ngerasain detak alam di sekitarnya.

Gue sempet duduk di pinggiran kolam paling bawah.
Airnya jernih banget sampai ikan-ikan kecil pun bisa keliatan kayak bintik perak di dasar batu.
Anak-anak desa mandi sambil ketawa-ketawa, sementara di kejauhan, ibu-ibu ngeringin kain di atas batu besar yang udah dilapisi lumut.

Dan di situ gue kepikiran sesuatu.
Mungkin ya, kehidupan tuh kayak kolam terasering ini.
Air dari atas gak pernah berhenti ngalir ke bawah, tapi gak juga langsung jatuh begitu aja.
Dia lewat tahapan-tahapan, berundak, sabar, dan tetep jernih.
Kayak manusia juga—tiap fase hidup punya tingkatannya sendiri.
Kadang tenang, kadang deras, tapi semuanya bagian dari aliran yang sama.

Gue ngobrol sama Pak Made, warga setempat yang udah 20 tahun ngurus kolam.
Katanya, setiap pagi sebelum wisatawan datang, dia jalan muterin area kolam sambil bawa ember kecil.
Buat apa? Katanya buat ngambil sampah daun yang jatuh semalam.
“Air ini hidup,” katanya pelan. “Kalau kita jaga, dia juga bakal jaga kita.”

Gue diem.
Ada benarnya juga.
Selama ini kita terlalu sibuk nyari ketenangan lewat hal-hal besar—liburan jauh, gadget baru, pencapaian baru.
Padahal kadang yang kita butuhin cuma… sedikit waktu buat jagain sesuatu yang sederhana.
Kayak air di kolam yang tenang karena terus dirawat.

Nah, di sinilah kehadiran Lombok Permata punya peran tersendiri.
Kalau lo pengen ngerasain suasana kayak gini, lo gak mesti ribet mikirin kendaraan.
Gue waktu itu menggunakan Penyedia sewa mobil lombok lewat mereka—cepet, gampang, dan yang paling penting, sopirnya ngerti banget jalan-jalan kecil kayak di Narmada ini.
Jadi lo gak cuma diantar ke tempat wisata, tapi juga dibawa ke sudut-sudut Lombok yang jarang orang tahu.
Dan jujur, buat perjalanan yang sifatnya reflektif kayak gini, kenyamanan dan ketenangan selama di jalan tuh penting banget.

Rental mobil Lombok dari Lombok Permata ini juga fleksibel—mau harian, mingguan, bahkan sistem lepas kunci juga bisa.
Tapi yang gue paling suka, mereka bukan sekadar nyewain mobil.
Mereka kayak pemandu yang ngerti “jiwa” Lombok.
Ngasih saran, rute alternatif, bahkan cerita-cerita lokal yang gak akan lo temuin di brosur wisata.

Balik lagi ke kolam.
Menjelang sore, cahaya matahari mulai miring dan bayang-bayang pepohonan jatuh ke permukaan air.
Warna air berubah jadi keemasan.
Gue sempet nyelupin kaki, dan sensasinya… kayak ditarik ke masa lalu.
Ada sesuatu yang lembut, tapi kuat.
Dan di momen itu, gue sadar: kadang, keindahan sejati bukan tentang pemandangan yang wah, tapi tentang perasaan yang muncul saat kita berdiam diri di tempat yang damai.

Banyak orang datang ke Lombok buat lihat pantai, sunset, atau gunung.
Tapi jarang yang berhenti di Narmada, padahal di sinilah kita bisa lihat hubungan manusia dan alam yang masih utuh.
Kolam terasering ini bukan sekadar warisan sejarah, tapi juga pengingat hal sederhana: bahwa hidup bisa tetap indah kalau kita tahu cara menjaga alirannya.

Gue pulang waktu itu dengan hati yang… entah gimana ya, ringan aja.
Kayak abis dicuci bersih.
Mungkin karena sepanjang hari gue gak ngapa-ngapain selain ngeliatin air yang ngalir.
Tapi di situ gue belajar banyak—tentang sabar, tentang keseimbangan, tentang gimana gak semua hal harus dikejar.

Jadi kalau suatu hari lo ngerasa butuh rehat dari bisingnya hidup, coba arahkan mobil lo ke Desa Narmada.
Pesan mobil dari Lombok Permata, nyetir pelan, dan biarin perjalanan itu sendiri yang ngajarin lo makna ketenangan.
Karena kadang, kebahagiaan gak perlu dicari terlalu jauh.
Dia bisa muncul dari tempat sederhana, kayak riak kecil di kolam yang terus mengalir tanpa suara.

Dan siapa tahu…
di antara gemericik air dan udara yang lembut itu,
lo akhirnya nemuin sesuatu yang selama ini lo cari—
bukan di luar, tapi di dalam diri sendiri.

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *