Beberapa waktu lalu, gue sempet mikir…
Apakah mungkin ya liburan di tempat seindah Gili Trawangan tanpa ngerusak alamnya?
Maksud gue, kita semua cinta pantai, suka sunset, seneng snorkeling. Tapi di sisi lain, sadar gak sih kalau wisata massal juga bisa ninggalin jejak yang gak kecil—sampah plastik, jejak karbon dari transportasi, sampai rusaknya terumbu karang gara-gara ulah manusia?
Dan di titik itu gue mulai kepo banget sama konsep eco tour.
Gili Trawangan ternyata udah lumayan jauh melangkah soal ini.
Sebuah pulau kecil tanpa kendaraan bermotor, tapi penuh kesadaran buat hidup berdampingan sama alam.
Kayak… mereka tuh ngajarin kita buat nikmatin liburan tanpa harus ngerusak tempat yang kita datengin.
Kesadaran Alam di Pulau Tanpa Asap Knalpot
Gue inget banget pertama kali nyampe Gili Trawangan.
Gak ada suara motor, gak ada mobil, cuma suara sepeda, cidomo (kereta kuda khas sana), dan deburan ombak.
Awalnya agak aneh sih. Tapi lama-lama, lo bakal ngerasa… tenang.
Kayak paru-paru lo tuh akhirnya bisa istirahat setelah sekian lama dicekokin polusi kota.
Dan lo tau apa yang keren?
Pemerintah lokal dan komunitas di Gili Trawangan emang sengaja ngejaga konsep itu.
Biar wisatawan sadar, kalau liburan tuh gak harus bising, gak harus cepat, gak harus penuh bensin dan asap.
Di sini, lo jalan kaki, naik sepeda, atau sewa cidomo buat keliling pulau.
Santai. Slow living banget.
Komunitas Lokal yang Gak Cuma Jual, Tapi Jaga
Gili Trawangan tuh hidup dari pariwisata, tapi uniknya… mereka gak kehilangan jati diri.
Gue sempet ngobrol sama salah satu warga yang kerja di pusat daur ulang lokal.
Dia bilang, “Kami sadar, tamu datang karena pulau ini indah. Jadi tugas kami, jangan biarkan keindahan itu hilang.”
Kata-kata itu nancep banget di kepala gue.
Mereka punya sistem manajemen sampah mandiri, namanya Gili Eco Trust.
Organisasi ini kerja sama sama penginapan, restoran, dan komunitas buat ngelola sampah, ngedaur ulang plastik, bahkan bikin proyek reef restoration alias ngebangun ulang terumbu karang yang rusak.
Jadi kalau lo nyelam di Gili, kadang lo bisa liat struktur logam di bawah laut—itu bukan rongsokan, tapi proyek penyelamatan karang!

Hotel Ramah Lingkungan, Bukan Sekadar Label
Gue nginep di salah satu eco lodge di sana.
Mereka gak cuma asal pasang tulisan “eco-friendly” di depan pintu, tapi beneran ngejalanin.
Dari sabun organik, air isi ulang (bukan botol plastik), sampai listrik tenaga surya.
Bahkan air limbahnya disaring ulang buat nyiram taman.
Dan ya, mungkin harga kamar emang sedikit lebih mahal, tapi rasanya tuh beda.
Tidur di kamar bambu, angin laut masuk, gak ada AC, tapi sejuk alami.
Lo bangun pagi, ngopi di teras, liat daun kelapa bergoyang pelan, sambil mikir…
“Oh, jadi gini rasanya liburan yang gak bikin rasa bersalah ke bumi.”
Aktivitas Seru Tapi Tetap Hijau
Lo masih bisa nikmatin banyak hal di sini tanpa ngerusak lingkungan.
Mau snorkeling? Pilih operator yang punya sertifikasi eco dive, biar gak asal injak karang.
Mau jalan-jalan? Naik sepeda keliling pulau, mampir ke warung lokal yang jual makanan tradisional.
Mau healing? Coba ikut kelas yoga di pinggir pantai sambil denger suara ombak.
Dan kalau lo pengen sesuatu yang lebih bermakna, lo bisa ikut beach clean up.
Biasanya diadakan tiap minggu, bareng warga lokal dan traveler lain.
Satu jam aja ngambilin sampah plastik di pantai, tapi efeknya luar biasa.
Kadang lo mikir, kecil banget kontribusi lo, tapi bayangin kalau semua orang punya niat yang sama.
Transportasi yang Slow Tapi Damai
Nah, ini bagian yang juga nyambung banget sama layanan dari Lombok Permata.
Sebelum lo nyebrang ke Gili Trawangan, lo pasti butuh kendaraan dari Bandara Lombok atau hotel di Mataram.
Dan di sinilah pentingnya sewa mobil lombok murah yang efisien dan nyaman.
Biar gak nambah stres di perjalanan, tapi tetap bisa nikmatin pemandangan sepanjang jalan—sawah, bukit, dan pantai biru yang nyelinap di antara pepohonan.
Dengan rental mobil Lombok, lo bisa atur sendiri ritme perjalanan lo.
Mau berhenti di warung kopi pinggir jalan, mau mampir foto di Bukit Malimbu, semua bisa.
Karena kadang, momen paling berharga itu justru terjadi di perjalanan, bukan cuma di tujuan.
Sekarang gue ngerti, kenapa banyak orang bilang,
“Gili Trawangan bukan sekadar tempat liburan, tapi pelajaran hidup.”
Di sini lo belajar, kalau bahagia tuh gak harus ribut.
Lo bisa tenang, bisa seneng, sambil tetep menghargai alam dan orang lain.
Dan yang paling gue rasain, setelah beberapa hari di sana:
gue gak cuma pulang dengan foto sunset yang indah, tapi juga dengan rasa hormat yang baru terhadap bumi ini.
Mungkin ini yang dimaksud dengan travel slow, live consciously.
Karena di ujungnya, kita gak cuma butuh tempat baru buat dikunjungi,
tapi cara baru buat hadir — tanpa ninggalin luka di tempat yang kita datengin.
